AKARTA Perbankandiminta memperbesarplafon pembiayaan bagi usaha mikro kecil danmenengah (UMKM),sehingga iebih tinggi darikredit konsumsi, untukmendorong pengusahamikro dan kecil lebihberani melakukanekspansi bisnis.
Erwin Aksa, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mengutarakan persoalan akses terhadap pembiayaan sudah lebih baik, tetapi hambatan bagi usaha mikro dan kecil masih ada. terutama terkait dengan ketentuan plafon kredit maksimal Rp500 juta.
"Sekarang yang dibutuhkan pengusaha mikro dan kecil di daerah adalah kenaikan batas kredit dari perbankan, jangan hanya dibatasi RpSO juta untuk usaha mikro dan Rp500 juta untuk usaha kecil karena ekspansi juga ditentukan pembiayaan yang besar," katanya pekan lalu.
Erwin menyampaikan seharusnya plafon pembiayaan usaha kecil dinaikkan menjadi Rpl miliar sehingga pelaku usaha lebih bergairah mengembangkan usahanya.
Menurut dia, pembiayaan usaha mikro dan kecil harus lebih besar karena berkaitan dengan kegiatan produktif. Dia mengatakan kredit konsumsi saja bisa memperoleh plafon pembiayaan di atas Rp500 juta.
"Kalau usaha mikro dan kecil selalu dipersepsikan kecil, tentu akan selamanya seperti itu. Namun, kalau diberikan kepercayaan untuk memperoleh pembiayaan yang lebih besar, saya yakin mereka bisa berkembang dengan lebih cepat."
Bank Indonesia mengelompok-kan kredit usaha mikro mengacupada plafon kredit maksimal RpSO juta, dan untuk kredit usaha kecil maksimal Rp5OO juta. Adapun, plafon kredit untuk usaha menengah bisa mencapai Rp5 miliar.
Erwin menambahkan persoalan suku bunga masih menjadi persoalan yang harus segera dicarikan solusinya oleh perbankan dan Bank Indonesia. Pelaku usaha kecil di daerah diposisikan harus mau menerima harga yang ditetapkan perbankan, dan tidak memiliki corong aspirasi untuk melakukan negosiasi harga yang lebih murah.
Dia mengatakan dibutuhkan kebijakan politis dari perbankan dan bank sentral untuk menekan suku bunga dan jangan terlalu konservatif. Artinya, bank harus lebih berani dalam mengambil risiko agar intermediasi bisa semakin optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
"UMKM jangan sampai dijadikan kendaraan politik bisnis untuk menjual produk, tetapi- ter-nyata yang disajikan itu lebih banyak bersifat konsumtif."
Kapasitas usaha
Direktur Mikro Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin mengutarakan plafon kredit usaha mikro khususnya di sektor perdagangan saat ini maksimal RplOO juta, dengan mempertimbangkan kapasitas usaha dari setiap debitur.
Sampai dengan Juni 2010, pembiayaan mikro yang disalurkan mencapai Rp5,2 triliun, termasuk yang dikucurkan untuk usaha mikro tanpa agunan, sementara suku bunga kredit mikro sekitar 1%-1,5% perbulan.
"Tingkat permintaan pembiayaan di pasarmikro juga tergolong tinggi dengan jumlah booking pembiayaan mencapai Rp600 miliar setiap bulannya," kata Budi.
Sementara itu, Ketua Badan Pengurus Jaringan Nasional Pendukung UKM Ferri D. Latief mengungkapkan Rancangan Undang-Undang tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) mendesak diundangkan untuk merangsang pertumbuhan lembaga pembiayaan di daerah.
RUU itu telah digulirkan sejak 2004, tetapi hingga kini belum juga disahkan oleh pemerintah. Padahal, kata Ferri, payung hukum itu diperlukan untuk mendorong pembiayaan mikro di daerah sehingga akses pembiayaan bagi usaha mikro dan kecil sema-kin mudah.
"RUU itu digulirkan sejak masa Presiden Megawati bahkan telah disampaikan ke PBB, tetapi sampai sekarang belum bergulir juga. Jadi kalau akan dibahas lagi itu bagus dan sudah mendesak untuk secepatnya disahkan," katanya. Dia mengatakan lembaga keuangan mikro juga memiliki kepastian dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya karena akses ke sumber pendanaan dari perbankan akan terbuka lebar setelah adanya jaminan dari payung hukum itu.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima menjelaskan substansi RUU LKM agar ke-beradaaan lembaga keuangan mikro dapat memastikan perputaran uang di daerah bisa semakin meningkat sehingga tidak tertarik ke pusat dan jangan sampai keuntungannya dibawa keluar oleh asing.
"Untuk itu, RUU LKM menutup bagi asing untuk mendirikan lembaga keuangan mikro dan di-prioritaskan menggunakan modal daerah baik LKM yang didirikan oleh pemerintah daerah maupun pengusaha lokal agar perputaran uang di daerah semakin besar," jelasnya.
Aria menuturkan untuk lembaga keuangan mikro yang dikembangkan pengusaha daerah dipastikan telah mengetahui karakteristik dan berbagai risiko usaha yang ada di sekitarnya, sehingga ketentuan jaminan sampai dengan perhitungan suku bunga juga bisa lebih terukur dan lebih longgar.
Ekonom Indef Ikhsan Modjo menjelaskan untuk membenahi struktur lembaga keuangan mikro diperlukan sinkronisasi kebijakan di antara pihak yang berwenang seperti Bank Indonesia, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Kementerian Keuangan.
Selama ini, lajutnya, terjadi tumpang-tindih kewenangan di antara pengawas dan regulator itu yang membuat pengaturan pasar mikro dan kecil itu tidak efektif sehingga pertumbuhan usaha tergolong rendah.
Sumber: Bisnis Indonesia, KeMenKop dan UMKM
Erwin Aksa, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mengutarakan persoalan akses terhadap pembiayaan sudah lebih baik, tetapi hambatan bagi usaha mikro dan kecil masih ada. terutama terkait dengan ketentuan plafon kredit maksimal Rp500 juta.
"Sekarang yang dibutuhkan pengusaha mikro dan kecil di daerah adalah kenaikan batas kredit dari perbankan, jangan hanya dibatasi RpSO juta untuk usaha mikro dan Rp500 juta untuk usaha kecil karena ekspansi juga ditentukan pembiayaan yang besar," katanya pekan lalu.
Erwin menyampaikan seharusnya plafon pembiayaan usaha kecil dinaikkan menjadi Rpl miliar sehingga pelaku usaha lebih bergairah mengembangkan usahanya.
Menurut dia, pembiayaan usaha mikro dan kecil harus lebih besar karena berkaitan dengan kegiatan produktif. Dia mengatakan kredit konsumsi saja bisa memperoleh plafon pembiayaan di atas Rp500 juta.
"Kalau usaha mikro dan kecil selalu dipersepsikan kecil, tentu akan selamanya seperti itu. Namun, kalau diberikan kepercayaan untuk memperoleh pembiayaan yang lebih besar, saya yakin mereka bisa berkembang dengan lebih cepat."
Bank Indonesia mengelompok-kan kredit usaha mikro mengacupada plafon kredit maksimal RpSO juta, dan untuk kredit usaha kecil maksimal Rp5OO juta. Adapun, plafon kredit untuk usaha menengah bisa mencapai Rp5 miliar.
Erwin menambahkan persoalan suku bunga masih menjadi persoalan yang harus segera dicarikan solusinya oleh perbankan dan Bank Indonesia. Pelaku usaha kecil di daerah diposisikan harus mau menerima harga yang ditetapkan perbankan, dan tidak memiliki corong aspirasi untuk melakukan negosiasi harga yang lebih murah.
Dia mengatakan dibutuhkan kebijakan politis dari perbankan dan bank sentral untuk menekan suku bunga dan jangan terlalu konservatif. Artinya, bank harus lebih berani dalam mengambil risiko agar intermediasi bisa semakin optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
"UMKM jangan sampai dijadikan kendaraan politik bisnis untuk menjual produk, tetapi- ter-nyata yang disajikan itu lebih banyak bersifat konsumtif."
Kapasitas usaha
Direktur Mikro Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin mengutarakan plafon kredit usaha mikro khususnya di sektor perdagangan saat ini maksimal RplOO juta, dengan mempertimbangkan kapasitas usaha dari setiap debitur.
Sampai dengan Juni 2010, pembiayaan mikro yang disalurkan mencapai Rp5,2 triliun, termasuk yang dikucurkan untuk usaha mikro tanpa agunan, sementara suku bunga kredit mikro sekitar 1%-1,5% perbulan.
"Tingkat permintaan pembiayaan di pasarmikro juga tergolong tinggi dengan jumlah booking pembiayaan mencapai Rp600 miliar setiap bulannya," kata Budi.
Sementara itu, Ketua Badan Pengurus Jaringan Nasional Pendukung UKM Ferri D. Latief mengungkapkan Rancangan Undang-Undang tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) mendesak diundangkan untuk merangsang pertumbuhan lembaga pembiayaan di daerah.
RUU itu telah digulirkan sejak 2004, tetapi hingga kini belum juga disahkan oleh pemerintah. Padahal, kata Ferri, payung hukum itu diperlukan untuk mendorong pembiayaan mikro di daerah sehingga akses pembiayaan bagi usaha mikro dan kecil sema-kin mudah.
"RUU itu digulirkan sejak masa Presiden Megawati bahkan telah disampaikan ke PBB, tetapi sampai sekarang belum bergulir juga. Jadi kalau akan dibahas lagi itu bagus dan sudah mendesak untuk secepatnya disahkan," katanya. Dia mengatakan lembaga keuangan mikro juga memiliki kepastian dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya karena akses ke sumber pendanaan dari perbankan akan terbuka lebar setelah adanya jaminan dari payung hukum itu.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima menjelaskan substansi RUU LKM agar ke-beradaaan lembaga keuangan mikro dapat memastikan perputaran uang di daerah bisa semakin meningkat sehingga tidak tertarik ke pusat dan jangan sampai keuntungannya dibawa keluar oleh asing.
"Untuk itu, RUU LKM menutup bagi asing untuk mendirikan lembaga keuangan mikro dan di-prioritaskan menggunakan modal daerah baik LKM yang didirikan oleh pemerintah daerah maupun pengusaha lokal agar perputaran uang di daerah semakin besar," jelasnya.
Aria menuturkan untuk lembaga keuangan mikro yang dikembangkan pengusaha daerah dipastikan telah mengetahui karakteristik dan berbagai risiko usaha yang ada di sekitarnya, sehingga ketentuan jaminan sampai dengan perhitungan suku bunga juga bisa lebih terukur dan lebih longgar.
Ekonom Indef Ikhsan Modjo menjelaskan untuk membenahi struktur lembaga keuangan mikro diperlukan sinkronisasi kebijakan di antara pihak yang berwenang seperti Bank Indonesia, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Kementerian Keuangan.
Selama ini, lajutnya, terjadi tumpang-tindih kewenangan di antara pengawas dan regulator itu yang membuat pengaturan pasar mikro dan kecil itu tidak efektif sehingga pertumbuhan usaha tergolong rendah.
Sumber: Bisnis Indonesia, KeMenKop dan UMKM
0 komentar to Bank diminta tambah plafon kredit, usaha kecil butuh pembiayaan lebih besar untuk ekspansi