JAKARTA Pemerintah diminta secepatnya menyelesaikan seluruh perda yang menghambat usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Saat ini, hampir seluruh regulasi pemda terlalu berorientasi kepada pendapatan asli daerah (PAD).
Ketua Badan Pengurus Jaringan Nasional Pendukung UKM Ferri D. Latief mengatakan pemerintah harus bertanggung jawab dan berperan lebih besar untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi UMKM di seluruh daerah terutama menyelaraskan regulasi di daerah agar berpihak ke pengusaha kecil.
Usaha kecil itu, katanya, ada yang sifatnya untuk bertahan hidup saja di mana kelompok itu harus dibuat sangat kondusif karena membantu pemerintah dalam upaya mengurangi angka kemiskinan. Kelompok kedua adalah kelangan usaha kecil yang sudah berkembang secara bisnis.
"Keduanya memerlukan pendekatan yang berbeda agar bisa berkembang lebih baik, dan persoalan yang menonjol adalah ma-sih banyak perda yang cenderung menekan UMKM karena terlalu berorientasi pada PAD dan itu ditemukan di hampir seluruh pemerintah kabupaten dan kota," ujarnya kemarin.
Ferri menuturkan untuk UMKM yang golongan pertama pemerintah tidak boleh mengganggunya dengan kebijakan yang tidak relevan, apalagi dieksploitasi sebagai sumber pendapatan. Hal itu, untuk membantu pengurangan kemiskinan karena yang penting kelompok masyarakat tersebut telah bisa memenuhi kebutuhannya.
Sebaliknya, kelompok usaha itu perlu dibantu agar bisa menjadi layak usaha dengan memberikan pendampingan dan pembinaan, termasuk akses permodalan agar usahanya bisa bertahan.
Adapun usaha kecil yang sudah layak secara bisnis harus didorong dengan pemberian sejumlah insentif yang tepat sesuai dengan kebutuhan pengembangan bisnisnya seperti memfasilitasi pengembangan pemasaran, pelatihan SDM dan pengenalan teknologi sampai insentif fiskal.
"Pemerintah harus bergerak cepat meninjau seluruh peraturan daerah yang tidak kondusif bagi UMKM, karena pemda terlalu berorientasi pada peningkatan pendapatan yang justru membebani usaha kecil. Jadi diperlukan inter-vensi pemerintah pusat agar seluruh perda itu bisa pro usaha kecil." Ferri mengutarakan temuan perda tersebut merupaka hasil kajian dan advokasi yang dilakukan jaringan nasional pendukung UKM yang saat ini memiliki 40 forum daerah yang tersebar secara nasional. Fokus kerjanya adalah mendorong perbaikan kebijakan yang kondusif terutama perda yangmenyentuh langsung usaha kecil.
Alokasi dana
Menurut dia, seharusnya pemda bukan menghambat usaha kecil, justru sebaliknya memiliki kewajiban mengalokasikan dana untuk pengembangan UMKM secara rutin agar bisa memperkuat fundamental pertumbuhan ekonomi di daerah.
Sementara itu. Direktur UKM Center Universtas Indonesia Nining I Soesilo menjelaskan keberadaan perda merupakan penentu utama iklim investasi di daerah yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Persoalan yang masih rumit terkait regulasi UMKM adalah menyangkut birokrasi dan biaya perizinan yang masih menyulitkan pelaku usaha kecil, untuk pemrosesan SIUP bisa mencapai 6 bulan dengan birokrasi yang berputar-putar.
"Rumitnya proses perizinan itu, membuat pelaku UMKM masih banyak yang belum memiliki status hukum jelas dalam menjalankan kegiatan usahanya. Belum lagi persoalan biaya tergolong mahal untuk kategori usaha kecil di daerah."
Sebelumnya, Deputi Bidang kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM Untung Tri Basuki menyampaikan terdapat sekitar 400 peraturan daerah dievaluasi yang dinilai membebani pelaku UMKM.
Dari 400 perda itu, sebanyak 63 sudah dibatalkan, dari yang dievaluasi sebanyak 160 perda.
Selain itu, sebanyak 40 perda dipandang bertentangan dengan UU adalah terkait pajak dan retribusi serta yang paling menonjol untuk dievaluasi terkait dengan perizinan.
Sumber : Bisnis Indonesia, KeMenKop dan UMKM
Ketua Badan Pengurus Jaringan Nasional Pendukung UKM Ferri D. Latief mengatakan pemerintah harus bertanggung jawab dan berperan lebih besar untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi UMKM di seluruh daerah terutama menyelaraskan regulasi di daerah agar berpihak ke pengusaha kecil.
Usaha kecil itu, katanya, ada yang sifatnya untuk bertahan hidup saja di mana kelompok itu harus dibuat sangat kondusif karena membantu pemerintah dalam upaya mengurangi angka kemiskinan. Kelompok kedua adalah kelangan usaha kecil yang sudah berkembang secara bisnis.
"Keduanya memerlukan pendekatan yang berbeda agar bisa berkembang lebih baik, dan persoalan yang menonjol adalah ma-sih banyak perda yang cenderung menekan UMKM karena terlalu berorientasi pada PAD dan itu ditemukan di hampir seluruh pemerintah kabupaten dan kota," ujarnya kemarin.
Ferri menuturkan untuk UMKM yang golongan pertama pemerintah tidak boleh mengganggunya dengan kebijakan yang tidak relevan, apalagi dieksploitasi sebagai sumber pendapatan. Hal itu, untuk membantu pengurangan kemiskinan karena yang penting kelompok masyarakat tersebut telah bisa memenuhi kebutuhannya.
Sebaliknya, kelompok usaha itu perlu dibantu agar bisa menjadi layak usaha dengan memberikan pendampingan dan pembinaan, termasuk akses permodalan agar usahanya bisa bertahan.
Adapun usaha kecil yang sudah layak secara bisnis harus didorong dengan pemberian sejumlah insentif yang tepat sesuai dengan kebutuhan pengembangan bisnisnya seperti memfasilitasi pengembangan pemasaran, pelatihan SDM dan pengenalan teknologi sampai insentif fiskal.
"Pemerintah harus bergerak cepat meninjau seluruh peraturan daerah yang tidak kondusif bagi UMKM, karena pemda terlalu berorientasi pada peningkatan pendapatan yang justru membebani usaha kecil. Jadi diperlukan inter-vensi pemerintah pusat agar seluruh perda itu bisa pro usaha kecil." Ferri mengutarakan temuan perda tersebut merupaka hasil kajian dan advokasi yang dilakukan jaringan nasional pendukung UKM yang saat ini memiliki 40 forum daerah yang tersebar secara nasional. Fokus kerjanya adalah mendorong perbaikan kebijakan yang kondusif terutama perda yangmenyentuh langsung usaha kecil.
Alokasi dana
Menurut dia, seharusnya pemda bukan menghambat usaha kecil, justru sebaliknya memiliki kewajiban mengalokasikan dana untuk pengembangan UMKM secara rutin agar bisa memperkuat fundamental pertumbuhan ekonomi di daerah.
Sementara itu. Direktur UKM Center Universtas Indonesia Nining I Soesilo menjelaskan keberadaan perda merupakan penentu utama iklim investasi di daerah yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Persoalan yang masih rumit terkait regulasi UMKM adalah menyangkut birokrasi dan biaya perizinan yang masih menyulitkan pelaku usaha kecil, untuk pemrosesan SIUP bisa mencapai 6 bulan dengan birokrasi yang berputar-putar.
"Rumitnya proses perizinan itu, membuat pelaku UMKM masih banyak yang belum memiliki status hukum jelas dalam menjalankan kegiatan usahanya. Belum lagi persoalan biaya tergolong mahal untuk kategori usaha kecil di daerah."
Sebelumnya, Deputi Bidang kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM Untung Tri Basuki menyampaikan terdapat sekitar 400 peraturan daerah dievaluasi yang dinilai membebani pelaku UMKM.
Dari 400 perda itu, sebanyak 63 sudah dibatalkan, dari yang dievaluasi sebanyak 160 perda.
Selain itu, sebanyak 40 perda dipandang bertentangan dengan UU adalah terkait pajak dan retribusi serta yang paling menonjol untuk dievaluasi terkait dengan perizinan.
Sumber : Bisnis Indonesia, KeMenKop dan UMKM
0 komentar to Batalkan perda penghambat UKM