Sektor UMKM diklasifikasi menjadi 6 klaster usaha

Posted by Gema Bina Mandiri On Selasa, 24 Agustus 2010 0 komentar
AKARTA Pemerintah membutuhkan sedikitnya Rp359,19 triliun untuk menggerakkan sektor riil yang melingkupi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan terbagi dalam enam klaster.

Jumlah pelaku usaha terbesar berasal dari klaster pertama dan kedua yang didominasi oleh kategori usaha skala mikro sebanyak 35,49 juta pelaku dan 15,21 juta unit. Total pelakunya mencapai 50,70 juta unit.

Agus Muharram, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM, mengemukakan kedua klaster ini masing-masing membutuhkan pembiayaan Rp212,93 triiun dan Rp91,26 triliun sehingga total nilainya mencapai Rp304,19 triliun.



"Kondisi usaha mikro klaster pertama adalah belum layak usaha serta belum bankable, sehingga memiliki risiko tinggi dalam pengembalian modal," ujarnya, akhir pekan lalu.

Menurut Agus, karena usaha klaster pertama belum memiliki usaha yang layak maupun bankable, biaya pemberdayaan kelompok ini menjadi terbesar dibandingkan dengan lima klaster lainnya, termasuk klaster kedua yang masih masuk skala usaha mikro.

Klaster kedua terdiri dari pelaku usaha mikro yang sudah mempunyai usaha yang layak tetapi belum bankable. "Kelompok ini dinilai memiliki rendah risiko untuk mengembalikan modal kerja yang diberikan."

Besarnya tuntutan pembiayaan pelaku sektor riil setiap tahun, mendorong Kementerian Koperasi dan UKM mencari masukan dan solusi terbaik melalui dana APBD* yang dimiliki setiap pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

Menurut Asisten Deputi Urusan Asuransi dan Jasa Keuangan Kementerian Koperasi dan UKM, Tamim

Saefuddin, berdasarkan Undang-Undang No.20 Tahun 2008 Pasal 21 menyebutkan pemerintah pusat dan daerah wajib menyediakan pembiayaan bagi UMK.

"Selama ini pembiayaan selalu terpusat dari APBN, melalui program dana bergulir sampai bantuan sosial. Kami ingin tahu bagaimana pemprov maupun pemda menyediakan pembiayaan untuk UMK. Soalnya bentuk sangat beragam, dan selayaknya dicari yang paling tepat."

Permudah akses

Sementara itu, Pemkot Solo mempermudah akses pembiayaan dan permodalan UKMK ke perbankan yang selama ini menjadi kendala.

Joko Widodo, Wali Kota Solo mengatakan fasilitasi itu dilakukan bagi ratusan UMK yang telah dilokalisasi di beberapa area di kota itu. Misalnya, lokasi pemasaran barang antik di Windujenar maupun di pasar malam Ngarsapura.

"Fasilitasi yang kami berikan dalam bentuk perizinan usaha melalui surat keputusan wali kota," katanya akhir pekan lalu.

Perizinan ini sangat membantu mereka, untuk mempermudah akses permodalan ke perbankan, karena selama ini salah satu syarat yang ditetapkan bank adalah keabsahan izin usaha mereka yang tidak bisa dibuktikan.

Di Ngarsapura Night Market misalnya, Pemkot Solo telah menetapkan sekitar 348 UKM secara gratis menempati lokasi usaha yang ditata teratur.

Pasar malam ini dikembangkan dengan meniru pola pemberdayaan yang dilakukan Taiwan bagi UMK-nya. Fasilitasi serupa juga diberikan terhadap ratusan pedagang barang antik di Windujena.

UMK yang diberi prioritas menggunakan fasilitas lokasi tesebut, hanya mereka yang memasarkan produk-produk lokal. Hal ini dilakukan untuk menghindari semakin derasnya produk impor ke pasar Indonsia yang akan merugikan UMK Indonesia.

Oleh karena Pemkot Solo sangat selektif menetapkan atau menentukan UMK yang hendak memanfaatkan lokasi tersebut menjadi sarana pemasaran berbagai produk. Terutama, terhadap produk kebutuhan rumah tangga.

Dengan fasilitasi tersebut, paling tidak, kata Joko Widodo, satu permasalahan besar yang selama ini menghantui pelaku UMK, yakni akses pembiayaan ke perbankan, sudah bisa diatasi. "Sebab, izin usaha bisa menjadi agunan untuk perbankan."

Untuk memberi fasilitas permodalan, Pemkot Solo tidak memadai, karena APBD per tahun hanya Rp700 juta.

Sumber : Bisnis Indonesia, KeMenKop dan UMKM

0 komentar to Sektor UMKM diklasifikasi menjadi 6 klaster usaha

Posting Komentar